Selasa, 16 Juni 2009

UNTUK IBUNDA DI SELURUH DUNIA

Pada suatu hari, ketika Hasan al-Bashri thawaf di Ka’bah, Makkah, beliau bertemu dengan seorang pemuda yang memanggul keranjang di punggungnya. Beliau bertanya padanya apa isi keranjangnya. “Aku menggendong ibuku di dalamnya,” jawab pemuda itu. “Kami orang miskin. Selama bertahun-tahun, ibuku ingin beribadah haji ke Ka’bah, tetapi kami tak dapat membayar ongkos perjalanannya. Aku tahu persis keinginan ibuku itu amat kuat. Ia sudah terlalu tua untuk berjalan, tetapi ia selalu membicarakan Ka’bah, dan kapan saja ia memikirkannya, air matanya bergelinang. Aku tak sampai hati melihatnya seperti itu, maka aku membawanya di dalam keranjang ini sepanjang perjalanan dari Suriah ke Baitullah. Sekarang, kami sedang thawaf di Ka’bah! Orang-orang mengatakan bahwa hak orangtua sangat besar. Pemuda itu bertanya, “Ya Imam, apakah aku dapat membayar jasa ibuku dengan berbuat seperti ini untuknya?” Hasan al-Bashri menjawab, “Sekalipun engkau berbuat seperti ini lebih dari tujuh puluh kali, engkau takkan pernah dapat membayar sebuah tendanganmu ketika engkau berada di dalam perut ibumu!”

******

tangan-bayi

“Kasih ibu kepada beta

Tak terhingga sepanjang masa

Hanya memberi

Tak harap kembali

Bagai sang surya menyinari dunia”

***

Robbighfir lii wa li waalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo

“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku dan kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”

*********

:: Kisah diambil dari buku Pencerah Mata Hati Karya Sheikh Muzaffer Ozak

Rabu, 10 Juni 2009

API UNGGUN

campfire_small.jpg

Suatu malam sang mursyid bertemu dengan beberapa muridnya, dan mengatakan kepada murid-muridnya untuk mendirikan kemah berikut dengan api unggun agar mereka dapat duduk dan berbincang-bincang. “Jalan ruhani ialah seperti api yang terbakar di depan kita,” katanya. “Seseorang yang ingin menyalakan api harus berhadapan dengan asap yang tidak nyaman yang menyebabkannya sulit untuk bernafas dan rasa perih di mata. Seperti itulah keimanannya dibangun. Bagaimana pun, tatkala apinya menyala, asapnya menghilang, dan apinya menerangi segala sesuatu di sekelilingnya — memberikan kehangatan dan ketenteraman.” “Tetapi bagaimana jika seseorang menyalakan api untuknya?” tanya salah satu muridnya. “Dan juga jika seseorang membantu kita menghindari asapnya?”
“Jika seseorang melakukan hal itu, dia adalah mursyid yang palsu. Seorang mursyid memiliki kemampuan untuk menyalakan api kapan pun dia inginkan, atau memadamkannya kapan pun ia mau. Dan karena dia tidak pernah mengajarkan seseorang bagaimana caranya untuk menyalakan api, kemungkinan dia akan meninggalkan setiap orang dalam kegelapan.”

*********

Mursyid: Seorang pembimbing di jalan ruhani.

Selasa, 02 Juni 2009

ALAM SEMETA ADALAH GURU YANG BIJAK

Tidak jelas siapa Hasan di dalam cerita ini, jika dia adalah Hasan dari Basrah, maka dia adalah Hasan al-Bashri, seorang guru sufi besar yang sangat dikenal para sufi. Terlepas dari siapa tokoh dalam cerita ini, mari kita berusaha untuk mendalami esensi dan mencoba mencari hikmah apa yang tersembunyi di dalam cerita ini. Sangat menarik ketika menyimak bagaimana seorang sufi bertemu dengan seorang pencuri. Jika saya bertemu seorang pencuri sudah pasti saya akan melaporkan ke pihak yang berwajib…hahaha, tetapi mungkin karena Hasan memiliki kepekaan spiritual sehingga dia bisa ‘melihat’ keadaan dari sisi yang berbeda. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.

******

Tatkala seorang guru sufi besar Hasan, mendekati akhir masa hidupnya, seseorang bertanya kepadanya, “Hasan, siapakah gurumu?”

Dia menjawab, “Aku memiliki ribuan guru. Menyebut nama mereka satu-persatu akan memakan waktu berbulan-bulan, bertahun-tahun dan sudah tidak ada waktu lagi untuk menjelaskannya. Tetapi ada tiga orang guru yang akan aku ceritakan kepadamu.

Pertama adalah seorang pencuri. Suatu saat aku tersesat di gurun pasir, dan ketika aku tiba di suatu desa, karena larut malam maka semua tempat telah tutup. Tetapi akhirnya aku menemukan seorang pemuda yang sedang melubangi dinding pada sebuah rumah. Aku bertanya kepadanya dimana aku bisa menginap dan dia berkata “Adalah sulit untuk mencarinya pada larut malam seperti ini, tetapi engkau bisa menginap bersamaku, jika engkau bisa menginap bersama seorang pencuri.”

Sungguh menakjubkan pemuda ini. Aku menetap bersamanya selama satu bulan! Dan setiap malam ia akan berkata kepadaku, “Sekarang aku akan pergi bekerja. Engkau beristirahatlah dan berdoa.” Ketika dia telah kembali aku bertanya “apakah engkau mendapatkan sesuatu?” dia menjawab, “Tidak malam ini. Tetapi besok aku akan mencobanya kembali, jika Tuhan berkehendak.” Dia tidak pernah patah semangat, dia selalu bahagia.

Ketika aku berkhalwat (mengasingkan diri) selama bertahun-tahun dan di akhir waktu tidak terjadi apapun, begitu banyak masa dimana aku begitu putus asa, begitu patah semangat, hingga akhirnya aku berniat untuk menghentikan semua omong kosong ini. Dan tiba-tiba aku teringat akan si pencuri yang selalu berkata pada malam hari. “Jika Tuhan berkehendak, besok akan terjadi.”

Guruku yang kedua adalah seekor anjing. Tatkala aku pergi ke sungai karena haus, seekor anjing mendekatiku dan ia juga kehausan. Pada saat ia melihat ke airnya dan ia melihat ada ajing lainnya disana “bayangannya sendiri”, dan ia pun ketakutan. Anjing itu kemudian menggonggong dan berlari menjauh. Tetapi karena begitu haus ia kembali lagi. Akhirnya, terlepas dari rasa takutnya, ia langsung melompat ke airnya, dan hilanglah bayangannya. Dan pada saat itulah aku menyadari sebuah pesan datang dari Tuhan: ketakutanmu hanyalah bayangan, ceburkan dirimu ke dalamnya dan bayangan rasa takutmu akan hilang.

Guruku yang ketiga adalah seorang anak kecil. Tatkala aku memasuki sebuah kota dan aku melihat seorang anak kecil membawa sebatang liling yang menyala. Dia sedang menuju mesjid untuk meletakkan lilinnya disana.

“Sekedar bercanda”, kataku kepadanya, “Apakah engkau sendiri yang menyalakan lilinnya?” Dia menjawab, “Ya tuan.” Kemudian aku bertanya kembali, “Ada suatu waktu dimana lilinnya belum menyala, lalu ada suatu waktu dimana lilinnya menyala. Bisakah engkau tunjukkan kepadaku darimana datangnya sumber cahaya pada lilinnya?

Anak kecil itu tertawa, lalu menghembuskan lilinnya, dan berkata, “Sekarang tuan telah melihat cahayanya pergi. Kemana ia perginya? Jelaskan kepadaku!”

Egoku remuk, seluruh pengetahuanku remuk. Pada saat itu aku menyadari kebodohanku sendiri. Sejak saat itu aku letakkan seluruh ilmu pengetahuanku.

Adalah benar bahwa aku tidak memiliki guru. Tetapi bukan berarti bahwa aku bukanlah seorang murid, aku menerima semua kehidupan sebagai guruku. Pembelajaranku sebagai seorang murid jauh lebih besar dibandingkan dengan dirimu. Aku mempercayai awan-awan, pohon-pohon. Seperti itulah aku belajar dari kehidupan. Aku tidak memiliki seorang guru karena aku memiliki jutaan guru yang aku pelajari dari berbagai sumber. Menjadi seorang murid adalah sebuah keharusan di jalan sufi. Apa maksud dari menjadi seorang murid? Maksud dari menjadi seorang murid adalah untuk belajar. Bersedia belajar atas apa yang diajarkan oleh kehidupan. Melalui seorang guru engkau akan memulai pembelajaranmu.

Sang guru adalah sebuah kolam dimana engkau bisa belajar bagaimana untuk berenang. Dan tatkala engkau telah mahir berenang, seluruh Samudera adalah milikmu.

Sabtu, 30 Mei 2009

MENYELAMATKAN SEMUT KECIL, PERBUATAN YANG SANGAT MULIA

Cerita diambil dari buku:

Hati, Diri dan Jiwa. Psikologi Sufi untuk Transformasi.Robert Frager

Dahulu kala, ibu sultan dikenal sebagai seorang dermawan. Ia menanam pohon-pohon sebagai tempat berteduh bagi penduduk Istambul di kala musim panas. Ia juga membiayai jaringan sumur sehingga para penduduk dapat memperoleh air dengan lebih mudah. Ia membangun mesjid, sekolah, juga rumah sakit, yang ia bantu dengan lahan yang menghasilkan pemasukan. Sehingga, semua itu dapat berfungsi selama-lamanya.

Ketika rumah sakit tersebut sedang dibangun, ia mengunjungi lokasinya. Di sana ia melihat seekor semut jatuh kedalam beton yang masih basah. Ia memutuskan bahwa tak ada satu ciptaan pun yang boleh menderita akibat tindakan dermanya. Ia menancapkan payung buatan Prancis miliknya yang mahal kedalam beton tersebut, kemudian mengangkat keluar semut tersebut.

Beberapa tahun kemudian, pada malam kematiannya, beberapa teman dekatnya bermimpi tentang dirinya. Ia tampak muda dan berseri-seri. Dan ketika ia ditanya apakah ia masuk surga karena seluruh dermanya, ia menjawab, “Tidak, keadaan yang kualami sekarang adalah semata-mata karena seekor semut yang kecil.”

Kamis, 28 Mei 2009

SEBUAH JAM DI GURUN SAHARA

jam-kecil.jpgAndaikan engkau berkenala di gurun dan menemukan sebuah jam tergeletak di pasir. Apakah yang akan engkau simpulkan? Apakah engkau berpikir bahwa jam ini terjatuh dari kantung seseorang? Atau engkau berpikir bahwa jam ini hadir di tempat ini dengan sendirinya?

Tentu saja setiap orang yang waras tidak akan mengatakan bahwa jam ini terbentuk dengan sendirinya. Suku cadang di dalam jam tidak mungkin terbentuk dengan sendirinya dari logam yang terkubur di dalam pasir. Jam tersebut haruslah ada penciptanya.

Jika sebuah jam mampu menunjukkan waktu dengan akurat, kita pasti mengira bahwa penciptanya sungguh cakap.

***

800px-sunrise-daytona-beach-fl_small.jpg

Hal lain apakah yang dapat menunjukkan ketepatan waktu? Pertimbangkan mengenai matahari terbit dan matahari tenggelam. Ketepatan waktu mereka begitu teratur sehingga para ilmuwan dapat memajang kapan waktu matahari terbit dan kapan waktu matahari tenggelam dengan keakuratan yang tinggi. Tetapi siapa yang mengatur kapan matahari terbit dan kapan matahari tenggelam? Jika sebuah jam tidak bisa bekerja tanpa ada penciptanya yang cakap, bagaimana mungkin matahari bisa terbit dengan waktu yang teratur? Bisakah ini terjadi dengan sendirinya?

***

Foto asli Matahari

matahari_small.jpg

Pertimbangkan juga bahwa kita dapat mengambil manfaat dari matahari karena ia berada pada jarak yang aman dari bumi, jarak yang rata-ratanya berkisar 143 juta km dari bumi. Jika matahari terlalu dekat ia akan membakar bumi, dan jika matahari terlalu jauh, bumi akan berubah menjadi planet es yang tidak akan mungkin untuk ditempati oleh manusia. Siapakah yang memutuskan untuk mengatur jarak aman ini? Bisakah ia terjadi dengan kebetulan?

Tanpa matahari, tumbuh-tumbuhan tidak akan hidup. Lalu binatang dan manusia akan kelaparan. Mataharikah yang memutuskan untuk hadir di sana bagi kita?

***

atas_small.jpg

Pancaran sinar matahari akan berbahaya bagi kita jika tidak ada lapisan pelindung ozon di atmosfer. Atmosfer yang mengelilingi bumi menjaga agar pancaran sinar ultraviolet tidak sampai kepada kita. Siapakah yang meletakkan lapisan pelindung yang mengelilingi kita tersebut?

Kita membutuhkan matahari. Kita membutuhkan energi dan cahayanya untuk melihat di siang hari. Tetapi kita juga membutuhkan matahari terbenam. Kita juga butuh istirahat dari cahaya matahari, kita butuh kehangatan malam dan kita butuh gelapnya malam agar kita dapat tidur. Siapakah yang mengatur proses ini untuk menyediakan kebutuhan kita?

Lebih jauh, kita menginginkan keindahan lebih dari sekedar matahari dan pelindung atmosfer. Pakaian kita memberikan kehangatan dan perlindungan, sehingga kita merancangnya agar terlihat indah. Mengetahui keindahan sebagai kebutuhan, Sang Perancang matahari terbit dan matahari tenggelam juga merancang pemandangan keduanya begitu menakjubkan.

Sang Pencipta yang memberikan kita cahaya, energi, perlindungan dan keindahan membuat manusia selayaknya bersyukur. Namun, tetap beberapa manusia yakin bahwa Tuhan tidak ada. Apakah yang mereka pikirkan jika mereka menemukan sebuah jam di padang pasir? Sebuah jam yang bekerja secara akurat? Sebuah jam yang dirancang dengan begitu indah? Apakah mereka akan menyimpulkan bahwa pencipta jam tersebut tidak ada?

Senin, 06 April 2009

BURUNG DAN TELUR

Zaman  dahulu  ada seekor burung yang tidak mempunyai tenaga
untuk terbang. Seperti ayam, ia berjalan-jalan saja di
tanah, meskipun ia tahu bahwa ada burung yang bisa terbang.

Karena berbagai keadaan, ada telur seekor burung yang bisa
dierami oleh burung yang tak bisa terbang itu.

Setelah sampai waktunya, telur itu pun menetas.

Burung kecil itu masih memiliki kemampuan untuk terbang yang
diwarisi dari ibunya, yang tersimpan dalam dirinya sejak ia
masih berada dalam telur.

Ia pun berkata kepada orang tua angkatnya, "Kapan aku akan
terbang?" Dan burung yang hanya bisa berjalan di tanah itu
menjawab, "Cobalah terus menerus belajar terbang, seperti
yang lain."

Yang tua itupun tidak tahu bagaimana mengajarkan cara
terbang kepada anak angkatnya: ia bahkan tidak tahu
bagaimana menjatuhkannya dari sarang agar bisa belajar
terbang.

Dan aneh bahwa burung kecil itu tidak mengetahui hal
tersebut. Pemahamannya terhadap keadaan terkacau oleh
kenyataan bahwa ia merasa berterima kasih kepada burung yang
telah mengeraminya.

"Tanpa jasa itu," katanya kepada diri sendiri, "tentu aku
masih berada dalam telur."

Dan ia juga kadang-kadang berkata kepada dirinya sendiri,
"Siapa pun bisa mengeramiku, tentu bisa juga mengajarku
terbang. Tentunya hanya soal waktu saja, atau karena usahaku
yang tanpa bantuan, atau karena suatu kebijaksanaan agung:
ya, ini jawabnya. Tiba-tiba suatu hari aku akan terbawa ke
tahap berikutnya oleh-nya yang telah membawaku sejauh ini."

Catatan

Kisah ini terdapat dalam berbagai bentuk dalam versi-versi
yang berbeda dari karya Suhrawardi, Awarif al-Maarõf, dan
mengandung pelbagai pesan. Konon, kisah ini bisa ditafsirkan
secara intuitif sesuai dengan tahap kesadaran yang telah
dicapai oleh orang yang belajar ilmu Sufi. Yang jelas saja
kisah ini mengandung nasehat-nasehat, beberapa diantaranya
menekankan dasar dasar utama peradaban modern, antara lain:

"Konyollah apabila kita beranggapan bahwa suatu hal
mengikuti sesuatu yang lain; anggapan itu juga menghalangi
kemajuan selanjutnya," dan "Bahwa sesuatu bisa melakukan
fungsi tertentu tidaklah berarti bahwa juga ia bisa
melakukan lungsi yang lain."

Minggu, 05 April 2009

KETIKA AIR BERUBAH

Pada zaman dahulu,  Kidir,  Guru  Musa,  memberi  peringatan
kepada manusia. Pada hari tertentu, katanya, semua air
didunia yang tidak disimpan secara khusus akan lenyap.
Sebagai gantinya akan ada air baru, yang mengubah manusia
menjadi gila.

Hanya seorang yang menangkap makna peringatan itu. Ia
mengumpulkan air dan menyimpannya di tempat yang aman.
Ditunggunya saat yang di sebut-sebut itu.

Pada hari yang dipastikan itu, sungai-sungai berhenti
mengalir, sumur-sumur mengering. Melihat kejadian itu, orang
yang menangkap makna peringatan itupun pergi ketempat
penyimpanan dan meminum airnya.

Ketika dari tempat persembunyiannya itu ia menyaksikan air
terjun kembali memuntahkan air, orang itu pun menggabungkan
dirinya kembali dengan orang-orang lain. Ternyata mereka itu
kini berpikir dan berbicara dengan cara sama sekali lain
dari sebelumnya; mereka tidak ingat lagi apa yang pernah
terjadi, juga tidak ingat sama sekali bahwa pernah mendapat
peringatan. Ketika orang itu mencoba berbicara dengan
mereka, ia menyadari bahwa ternyata mereka telah
menganggapnya gila. Terhadapnya, mereka menunjukkan rasa
benci atau kasihan, bukan pengertian.

Mula-mula orang itu tidak mau minum air yang baru; setiap
hari ia pergi ke tempat persembunyiannya, minum air
simpanannya. Tetapi, akhirnya ia memutuskan untuk meminum
saja air baru itu; ia tidak tahan lagi menderita kesunyian
hidup; tindakan dan pikirannya sama sekali berbeda dengan
orang-orang lain. Ia meminum air baru itu, dan menjadi
seperti yang lain-lain. Ia pun sama sekali melupakan air
simpanannya, dan rekan rekannya mulai menganggapnya sebagai
orang yang baru saja waras dari sakit gila.

Catatan

Orang yang dianggap menciptakan kisah ini, Dhun-Nun, seorang
Mesir (meninggal tahun 860), selalu dihubung-hubungkan
dengan suatu bentuk Perserikatan Rahasia. Ia adalah tokoh
paling awal dalam sejarah Kaum Darwis Malamati, yang oleh
para ahli Barat sering dianggap memiliki persamaan yang erat
dengan keahlian anggota Persekutuan Rahasia. Konon, Dhun-Nun
berhasil menemukan arti hieroglip Firaun.

Versi ini dikisahkan oleh Sayid Sabir Ali-Syah, seorang
ulama Kaum Chishti, yang meninggal tahun 1818.